.

Oleh : Cahyadi Takariawan

.

“Bagi seorang penulis, bukan faktor keuntungan finansial yang paling memuaskan. Ada kepuasan intelektual, kepuasan moral, serta kepuasan spiritual setelah buku berhasil  diterbitkan”.

.

Ummu Rochimah adalah seorang penyintas. Ia tengah berjuang melawan penyakit Ca yang membuatnya harus terus melakukan perawatan dan pengobatan secara rutin. Ada saat-saat dia harus bedrest total karena tak ada tenaga untuk bergerak.

Saya tahu, ada hal yang hal sangat diperlukan oleh dirinya untuk mempercepat pemulihan. Hal itu adalah –harapan. Seorang penyintas harus terus menerus memupuk harapan terbaik dalam kehidupannya. Oleh karena agama melarang manusia berputus asa. Maka usaha sekuat tenaga harus selalu dilakukan untuk menjaga kehidupan.

Saya mengenalnya dalam sebuah Kelas Menulis Online di sekitar tahun 2017. Setelah saya mengetahui kondisi dirinya, saya menantang. Saya minta dia untuk menulis artikel. Alhamdulillah ia menerima tantangan itu. Ia mulai menulis artikel.

Karena dirinya ibu rumah tangga, maka yang paling mudah adalah menulis kehidupan sehari-hari. Misalnya, bagaimana komunikasi suami isteri, bagaimana mendidik anak, dan lain sebagainya. Ia pun mulai mengirim naskah kepada saya.

Setiap kali ia mengirim naskah, saya koreksi. Sangat banyak kesalahan. Saya tunjukkan kesalahannya. Saya minta memperbaiki,dan kirimkan lagi. Sampai suatu titik tertentu, saya merasa yakin ia sudah bisa dipercaya —terutama secara value. Saya mulai melepas, tidak lagi mengedit dan memeriksa.

Saya berikan akses untuk langsung posting setiap naskahnya —tanpa approval dari saya—di blog www.keluarga.id, yang kemudian berubah menjadi www.ruangkeluarga.id. Saya terbantu untuk mengisi rubrik di blog Ruang Keluarga, tampat saya berbagi inspirasi kepada masyarakat luas.

Ketemu di Kelas Emak Punya Karya

Hingga pada bulan Juli 2020, saya kembali bertemu dengannya di Kelas Emak Punya Karya (EPK) batch 1. Di kelas itu saya membimbing para peserta untuk membuat buku mandiri, bukan buku antologi. Saya ajarkan teori paling sederhana dalam membuat buku. Bahwa membuat buku dimulai dengan membuat outline, tentu setelah menentukan tujuan, tema dan segmen pembaca.

Ummu Rochimah segera mengajukan outline. Tentu tidak ada kesulitan baginya, karena sudah terbiasa menulis tema-tema keluarga di blog Ruang Keluarga. Setelah saya setujui outline untuk bukunya, ia segera mengumpulkan semua naskah yang telah dimliki selama ini. Semua bahan dikeluarkan, yang bisa masuk ke outline, langsung dimasukkan.

Maka tidak perlu waktu lama, ia bisa menyelesaikan outline bukunya. Hanya tinggal menambah beberapa naskah untuk melengkapi outline. Selesai sudah semua bahan. Outline sudah terpenuhi, dalam waktu sekitar tiga pekan.

Lalu kita diskusi judul buku. Setelah panjang kali lebar berdiskusi tentang judul, ketemulah kesepakatan. Buku itu diberi judul “Chemistry Jiwa, 7 Langkah Merawat Cinta dalam Rumah Tangga”. Mengapa ada kata chemistry? Karena Ummu Rochimah lulusan Akademi Analis Kimia. Biar nyambung dengan kuliahnya.

Langkah berikutnya adalah melakukan proofreading dan editing mandiri, sekaligus ‘menghias’ tulisan agar lebih bagus. Saya sampaikan, lakukan proofreading dan editing sendiri. Libatkan anak-anak dan suami untuk membantu mengedit naskah. Ini karena saya tahu kemampuan finansial dirinya. Agar bisa efeketif dan efisien dalam membuat buku. Alhamdulillah, selesai juga proses mengedit dan menghias tulisan.

Langkah berikutnya adalah lay out naskah menjadi bentuk buku. Untuk ini, ia angkat tangan! “Di rumah, tak ada yang bisa mengerjakannya”, ungkapnya. Saya tidak menyerah, “Cari temen, tetangga, saudara, yang bisa membantu lay out itu”.

“Tidak ada Pak Cah. Saya menyerah,” ujarnya.

Oke, saya arahkan untuk diserahkan kepada pihak profesional. Demikian pula dengan cover buku, diserahkan kepada penyedia jasa. Dalam waktu tiga hari, lay out dan cover sudah jadi. Di saat yang sama, sudah memilih penerbit sehingga bisa mengurus ISBN.

Proses Penerbitan Buku Perdana

Selesai semua. Naskah buku sudah ter-lay out, sudah ada cover, sudah ada ISBN, tinggal dibawa ke percetakan.

“Saya tidak punya uang Pak Cah”, ujar Ummu Rochimah.

“Pinjam dulu. Nanti sebulan dikembalikan”, jawab saya.

“Memang harus mengeluarkan uang berapa, untuk mencetak 200 buku?” tanya dia.

“Sekitar lima juta rupiah”, jawab saya. Ngasal bin ngarang. Karena saya belum tanya ke pihak percetakan.

“Oh, kalau harga segitu, insyaallah bisa diusahakan. Tidak perlu hutang”, jawabnya mantab.

Akhirnya naskah dan cover dikirim secara email ke percetakan. “Sepekan harus jadi”, pesan saya kepada pihak percetakan. Hal ini agar bisa mengejar Penutupan Kelas EPK.

Ternyata harga percetakan buku, persis sama seperti yang saya informasikan kepada Ummu Rochimah. Padahal waktu itu saya hanya ngarang angka, berdasarkan perkiraan kasar semata-mata.

Alhamdulillah, jadi juga buku itu. Dari percetakan dikirim ke rumah saya. Segera saya buka satu buku, untuk melakukan pemeriksaan kualitas buku. Inna lillahi, ada banyak kesalahan dalam percetakan. Hasil cetakan yang tidak beraturan dan tumpang tindih di beberapa halaman.

Saya minta kepada tim di rumah untuk melakukan pemeriksaan terhadap semua buku. Ternyata dijumpai banyak kesalahan cetakan. Segera saya minta dikembalikan kepada pihak percetakan untuk diganti. Ini sudah menjadi kesepakatan, kesalahan cetakan adalah tanggung jawab percetakan. Maka mereka harus mengganti dengan yang benar sesuai pesanan.

Tidak masalah. Hari berikutnya sudah saya kembalikan kepada pihak percetakan. Ada beberapa buku yang tidak rusak, itu yang ditinggal. Selebihnya dikembalikan, untuk diganti. Inilah dinamika dalam menerbitkan buku. Tak selalu mulus.

Tiga hari kemudian, buku revisi sudah dikirim oleh percetakan ke rumah saya. Saya periksa ulang isinya, alhamdulillah, sudah bagus hasilnya.

Biaya Menerbitkan Sebuah Buku

Sekarang mari saya ajak menghitung, berapa biaya yang dikeluarkan Ummu Rochimah untuk menerbitkan buku. Naskah dikerjakan sendiri, edit dilakukan mandiri. Yang harus mengeluarkan biaya adalah lay out buku seharga Rp. 300.000 dan desain cover Rp. 150.000. ISBN diurus pihak penerbit, gratis. Adapun dengan cetak 200 eksemplar, harga cetak per eksemplar sebesar Rp. 25.000.

Maka total biaya yang dikeluarkan Ummu Rochimah untuk menerbitkan 200 eksemplar buku ukuran A5 setebal 198 halaman, cover dengan uv spot dan emboss, sebagai berikut:

  1. Biaya proofreading : Rp. 0 (dikerjakan sendiri)
  2. Biaya editing : Rp. 0 (dikerjakan sendiri)
  3. Biaya lay out : Rp. 600.000
  4. Biaya desain cover : Rp 150.000
  5. Biaya ISBN : Rp. 0 (diurus pihak penerbit)
  6. Biaya cetak buku : Rp. 25.000 X 200 = Rp. 5.000.000

Total biaya produksi Rp. 5.750.000. Jika dibuat harga satuan, berarti Rp. 28.750 per buku.

Harga berapakah buku itu dijual? Sebagian Anda sudah melihat promosinya. Harga normal Rp. 99.000, namun harga pada masa preorder adalah Rp. 69.300.

Berapa potensi keuntungan ‘kotor’ jika semua terjual? Anggaplah terjual semua di masa preorder, berarti untung Rp. 69.300 – 28.750 = Rp. 40.550, untuk setiap bukunya. Potensi keuntungan total (kotor) adalah Rp. 8.110.000.  Artinya, dengan modal Rp. 5.750.000, potensi keuntungan (kotor) yang bisa didapatkan adalah Rp. 8.110.000.

Namun bagi seorang penulis, bukan faktor keuntungan finansial yang paling memuaskan. Ada kepuasan intelektual, kepuasan moral, serta kepuasan spiritual setelah buku pertama berhasil  diterbitkan. Karena ini akan menjadi pintu mudah untuk berkarya dan menerbitkan buku berikutnya.

Catatan Akhir

Buku “Chemistry Jiwa, 7 Langkah Merawat Cinta dalam Rumah Tangga” karya Ummu Rochimah, adalah satu dari tiga buku yang berhasil terbit di saat penutupan Program Emak Punya Karya (EPK) batch 1 tahun 2020. Ada dua buku lainnya, berjudul Khatulistiwa Cinta karya Ida Kusdiati dan Ola Petualang Nurani karya Yulia K. Rohima.

Saya bedah rahasia dapur Ummu Rochimah, untuk menjadi gambaran kepada Anda semua tentang proses pembuatan sebuah buku. Angka-angka nominal yang saya tuliskan di atas, hanyalah sekedar gambaran kasar saja.

Mungkin tidak persis amat dengan senyatanya. Ada titik dan koma yang tidak saya detailkan. Karena tujuan saya adalah memberi informasi global tentang proses kelahiran sebuah buku. Jika ingin mengetahui detailnya, silakan komunikasi langsung dengan  pihak penerbit.

Menarik kan? Mudah kan? Siapa bilang bikin buku itu susah? Silakan angkat tangan tinggi-tinggi, biar saya bisa melihat orangnya.

Yogyakarta, 1 September 2020

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.